Wednesday, December 12, 2018

KAMPANYE MAYA


KAMPANYE MAYA


Tidak begitu jauh dari arah selatan Pantai utara, perbukitan kendeng melingkari desa-desa kecil kabupaten Grobogan. Sungai Lusi mengalir mengelilingi bukit-bukit, melintasi dataran tandus, sekitar 20 mil ke arah barat daya. Sebagian karena hubungan air ini, setiap gejolak politik di desa-desa segera menimbulkan gemanya sampai di saentero kabupaten.

Di sekitar desa-desa tengah terjadi pergolakan, karena demokrasi telah merubah cara hidup yang lama berkembang. Yakni dari sistem kerajaan, menjadi sistem kenegaraan. Modernisasi pula telah melindas habis-habisan gaya hidup yang lama. Feodalisme telah dikubur hidup-hidup, teriakan kebebasan dikumandangkan, kemudian cara-cara baru diterapkan.

Grobogan sedang dipenuhi oleh pesta pemilihan kepala desa. Puri-puri kekuasaan yang masih dihuni oleh sisa-sisa penggawa lama, akan segera pudar. Seperti matahari terbenam yang dengan teguh menggenggam keindahannya hingga perlahan-lahan memudar. Karena yang diperlukan orang-orang di desa bukan hanya diam di tempat, tetapi maju, kemudian melakukan perubahan.

Pohon-pohon randu di sepanjang jalan berkilauan putih. Sebagian mereka tetap perkasa meski badai menerjang hingga pada malam-malam terakhir. Serangkaian pesta politik nampak tergelar, menyisakan angin musim kemarau yang baru saja teranggas. Bersungguh-sungguhlah, karena memilih sama artinya dengan menyuarakan isyarat untuk masa depan.
(thread by Choirul Anam, inspired by Eiji Yoshioka, Musashi)

 ---

Menjadi penduduk Indonesia sejak lahir, jarang membicarakan politik dalam keluarga –hanya bapak yang paling suka nonton orang debat dengan tema politik di salah satu stasiun televisi, saya tidak– begitulah saya dulu. Belakangan ini, sejak pencalonan presiden dan wakilnya untuk Indonesia di tahun 2019 dibuka, saya mulai melihat dan memperhatikan hal berkaitan dengan politik di berbagai media, paling sering tweeter. Saya jadi silent reader akun tweeter. Follow beberapa politikus untuk sekedar menggelitik perut, komentar netizennya kadang lucu-lucu. Saya tidak berkomentar apapun, siapa juga yang bakal baca balasan tweet saya ya kan? Saya cukup puas dengan gelitik.

po.li.tik.
  1. n (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan)
  2. n segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain
  3. n cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah); kebijakan[1]

Tiga keterangan ini adalah makna politik secara harfiah berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Saya miskin pengetahuan tentang politik, yang saya tahu permasalahan politik adalah permasalahan krusial, yang isu-isunya saja bisa memecah kehidupan berrumah tangga, setidaknya itu yang saya rasakan ketika bapak saya nyalon jadi kepala dusun. Maka dari itu, saya memilih untuk tidak berkomentar di cuitan akun tweeter yang mengandung unsur politik.

Selain alasan di atas, saya juga tidak ingin nyampah di dunia maya. Dunia kita aja sampah udah banyak banget kan meski sudah banyak petugas kebersihan, kasian maya kalo dia harus bersih-bersih. Jadi bijak bermedia sosial, terlebih pada masa kampanye itu penting.

Bijak dalam menggunakan media sosial seharusnya bisa dilakukan oleh semua orang. Adanya keberagaman netizen –usia, latar belakang, keyakinan, dll– mungkin menjadi perlu untuk mengetahui bahwa isu-isu, pernyataan kontroversial, gambar-gambar kontroversial, –yang diunggah oleh akun kalangan politikus/simpatisan politikus/influencer/public figure– terkadang merupakan trik untuk membuat netizen berhenti scrolling kemudian membaca bahkan berkomentar. Namun, banyak ditemukan pembaca yang terpancing secara emosi atas unggahan tersebut. Banyaknya antusias netizen untuk memberi respon terhadap unggahan inilah yang kemudian membawanya menjadi trending. Akhirnya, timbullah pro dan kontra yang dapat berakibat fatal. Apabila unggahan tersebut tidak benar akan tetapi karena banyaknya repost, retweet dan orang yang percaya, maka membuatnya seolah-olah menjadi benar. Pertama, yang dapat dilakukan agar tidak mudah terpancing adalah beristighfar, mencari kebenaran/tabayun, mencari informasi sebanyak yang bisa didapat. Minimal kita sudah membentengi diri dengan beragam pengetahuan terkait unggahan tersebut, sehingga tidak berkomentar dengan salah kaprah yang membuat maya susah.

Saran kedua, memahami UU ITE. Hal ini penting, sebab sebebas-bebasnya hidup dengan teknologi informasi tetap ada batasan-batasan yang harus dipatuhi. Apa itu UU ITE? Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah UU yang mengatur tentang informasi serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum. UU ini memiliki yurisdiksi (kekuasaan mengadili)[2] yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana diatur dalam undang-undang, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Tujuan dari adanya UU ITE ini salah satunya adalah memberikan rasa aman, keadilan dan kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.[3] Ada banyak hal yang diatur dalam UU ITE, dari sekian banyak aturan tersebut, 6 diantaranya mengatur hal-hal yang harus kita hindari agar aman saat menggunakan media sosial, yakni melanggar kesusilaan (pasal 45 ayat 1), perjudian (pasal 45 ayat 2), penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (pasal 45 ayat 3), pemerasan dan/atau pengancaman (pasal 45 ayat 4), menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen (pasal 45A ayat 1), menyebarkan kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) (pasal 45A ayat 2).[4] Nah, UU ini membuat maya merasa lega. Jadi, untuk pengguna medsos, pandai-pandailah membawa diri bersama maya. Sudahi berkomentar dengan kata-kata kasar, saling tuding, saling hujat, merendahkan dan mencaci-maki. Lebih baik mencuci muka saja, habis itu ngaca, tanyakan pada kaca siapa diri Anda sebenarnya, ada hubungan apa Anda dengan maya? Mereka yang membuat unggahan, bahkan mungkin tidak sempat membaca komentar-komentar kita. Jadi untuk apa? Buang-buang energi kan?

Ketiga, asas pemilihan umum di Indonesia salah satunya adalah rahasia, yang artinya suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia, hanya diketahui oleh pemilih itu sendiri. Jangan jadi tukang PHP ya, di medsos bilangnya pilih A pas di bilik ga jadi –karna milih maya–. Sebaiknya kita merahasiakan mana yang kita pilih. Tentunya berbekal landasan kriteria pemimpin yang baik, sehingga tidak menyesal di kemudian hari.

Terakhir, saya yakin orang baik pasti bisa memberi contoh bijak dalam menggunakan media sosial, termasuk yang sudah baca blog saya hehehe. Terimakasih, semoga bermanfaat. Mari saling mengingatkan dalam kebaikan.



[1] KBBI
[2] KBBI
[3] https://id.m.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik
[4] https://www.brilio.net/serius/6-aturan-di-uu-ite-ini-perlu-kamu-tahu-agar-aman-saat-bermedsos-170707d.html

0 comments:

Post a Comment