BELAJAR DARI PUTRI JEPARA
https://media.karousell.com/media/photos/products/2018/05/10/panggil_aku_kartini_saja_1525918498_fac2ac7e.jpg
Kutipan di bawah ini saya ambil dari
buku Panggil Aku Kartini Saja ̶ ditulis oleh
Pramoedya Ananta Toer. Buku ini terdiri dari 4 jilid. Dua diantaranya ̶ jilid
III dan IV
̶ hilang
akibat vandalisme 13 Oktober 1965. Saat ini jilid I dan II diterbitkan oleh
Lentera Dipantara dalam satu buku ̶
Panggil Aku
Kartini Saja.
Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 10 Juni 1902.
Dan mengapakah
kami merasa perlu tinggal untuk sementara waktu di Eropa? Ialah untuk
membebaskan diri kami dari pengaruh-pengaruh mengganggu yang diberikan oleh
pendidikan Pribumi, yang tidak dapat kami hindarkan ini!
Orang-orang Eropa yang paling asing pun, sekalipun sebanyak satu batalyon, kata dik R., tak gentar kami menemuinya; terhadap seorang Jawa yang tak kami kenal, seorang saja, larilah kami bersembunyi seperti siput di dalam kepompong kami.
Orang-orang Eropa yang paling asing pun, sekalipun sebanyak satu batalyon, kata dik R., tak gentar kami menemuinya; terhadap seorang Jawa yang tak kami kenal, seorang saja, larilah kami bersembunyi seperti siput di dalam kepompong kami.
Kami hendak bebaskan diri kami sama sekali dari ikatan-ikatan yang
melekat adat kuno kami yang mau lekat saja ini, yang pengaruhnya tak dapat kami
hindari; segala prasangka yang masih lekat pada kami dan menghambat kemajuan
kami akan kami bebaskan, agar jiwa kami menjadi segar dan bebas, agar makin
lebarlah sayap yang dikepakkan, demi kebaikan usaha yang kami lakukan.
Itulah sebabnya kami harus
tinggal di lingkungan lain negeri asing dengan kebiasaan dan adatnya serta
keadaan-keadaan yang lain. Kami harapkan Eropa dapat memberikan kepada kami
persiapan-persiapan yang lebih baik, memberikan kepada kami kelengkapan untuk
menggarap tugas kami yang akan kami tunaikan; bahwa ia akan memperdaya kami,
dan menziarahi kami terhadap anak panah-anak panah berbisa yang bakal
dilepaskan orang-orang sebangsa kami kepada kami, karena kami lebih tabah
daripada mereka.
Eropa pasti akan ajarkan kami
untuk jadi bebas sesungguhnya.
Semula tulisan ini akan saya unggah
pas di bulan kelahiran RA Kartini ̶ bulan lalu. Tetapi karena
stagnasi, jadi baru bisa diunggah sekarang ̶ bulan
ramadhan.
“Kami hendak
bebaskan diri kami sama sekali dari ikatan-ikatan
yang melekat adat kuno kami...”
Adat kuno pada masa itu, seperti gadis
bangsawan tidak boleh keluar istana/karesidenan/ kadipaten tanpa pengawalan,
tidak boleh bergaul dengan rakyat biasa, tidak dibenarkan berpendidikan tinggi,
pada akhirnya hanya akan menemui masa pingitan, menikah, dan mengurus kehidupan
rumah tangga.
“... yang mau
lekat saja ini, yang pengaruhnya tak dapat kami hindari;...”
Memang adat melekat sejak pertamakali
ia lahir, sebagai putri dari seorang bupati. Dikisahkan dalam buku ini, begitu
banyak tulisan-tulisan kartini dalam bahasa Belanda yang kemudian hanya ia
simpan. Satu saja kesalahan maka dampaknya bukan hanya terhadap dirinya, tetapi
juga pada ayahanda terkasih. Mungkin juga rakyatnya.
segala prasangka yang masih lekat pada kami
dan menghambat kemajuan kami akan kami bebaskan, agar jiwa kami menjadi segar
dan bebas, agar makin lebarlah sayap yang dikepakkan, demi kebaikan usaha yang
kami lakukan.
Mari kita cermati bersama “Itulah sebabnya kami harus tinggal di lingkungan
lain negeri asing dengan kebiasaan dan adatnya serta keadaan-keadaan yang lain.”
Ada peribahasa Jawa “Desa mawa cara, negara mawa tata.”
Setiap daerah memiliki adat dan kebiasaan masing-masing. Di dalamnya
menimbulkan situasi tertentu yang mengharuskan penduduknya untuk menjadi nyaman
dengannya.
Sampai hari ini, saya belum pernah
menjalani kehidupan sebenarnya di negeri asing, hanya dari katanya. Tapi, hari
ini saya benar mengalami hidup di kota orang. Sejarak Jogja-Samarinda. Satu hal
baru yang saya dapat selama 2 minggu tinggal di Samarinda adalah pemaknaan kata
turun. Di Jogja umumnya turun itu menggambarkan fluktuasi ke
angka kecil, berhenti atau beralih naik kendaraan, perolehan sesuatu (beasiswa,
sembako), juga lengser jabatan.
“Tanggal
27 Mei, mereka harus sudah turun,” kata Kepala TU sekolah. Saya mulai
berpikir-pikir, mencari tau apa makna turun dari pernyataan ini. Setelah berhari-hari
ternyata turun di sini juga dimaknai terjun (masuk sekolah).
Setelah itu saya bertanya-tanya lantas
saya harus bilang apa ke tukang ojek, “Pak, saya turun di sini saja.” Apa
turunnya juga akan dimaknai sama. Tidak, tukang ojek tidak sesaklek itu.
Ini hanya satu kosa kata, belum yang
lainnya. Benar bahwa di lingkungan lain
negeri asing kebiasaan dan adatnya serta
keadaan-keadaan juga lain. Seluas alam semesta ini Tuhan memberi kesempatan
kepada manusia untuk belajar saling mengerti, bertoleransi. Sebanyak umat di
dunia ini Tuhan ciptakan untuk saling mengenal dan mengamini kebesaranNya.
0 comments:
Post a Comment