Thursday, May 30, 2019

BELAJAR DARI PUTRI JEPARA


BELAJAR DARI PUTRI JEPARA


https://media.karousell.com/media/photos/products/2018/05/10/panggil_aku_kartini_saja_1525918498_fac2ac7e.jpg

Kutipan di bawah ini saya ambil dari buku Panggil Aku Kartini Saja­  ̶ ditulis oleh Pramoedya Ananta Toer. Buku ini terdiri dari 4 jilid. Dua diantaranya   ̶ jilid III dan IV ̶  hilang akibat vandalisme 13 Oktober 1965. Saat ini jilid I dan II diterbitkan oleh Lentera Dipantara dalam satu buku  ̶ Panggil Aku Kartini Saja­.

Surat Kartini kepada Nyonya Abendanon, 10 Juni 1902.

Dan mengapakah kami merasa perlu tinggal untuk sementara waktu di Eropa? Ialah untuk membebaskan diri kami dari pengaruh-pengaruh mengganggu yang diberikan oleh pendidikan Pribumi, yang tidak dapat kami hindarkan ini!
Orang-orang Eropa yang paling asing pun, sekalipun sebanyak satu batalyon, kata dik R., tak gentar kami menemuinya; terhadap seorang Jawa yang tak kami kenal, seorang saja, larilah kami bersembunyi seperti siput di dalam kepompong kami.
                Kami hendak bebaskan diri  kami sama sekali dari ikatan-ikatan yang melekat adat kuno kami yang mau lekat saja ini, yang pengaruhnya tak dapat kami hindari; segala prasangka yang masih lekat pada kami dan menghambat kemajuan kami akan kami bebaskan, agar jiwa kami menjadi segar dan bebas, agar makin lebarlah sayap yang dikepakkan, demi kebaikan usaha yang kami lakukan.
                Itulah sebabnya kami harus tinggal di lingkungan lain negeri asing dengan kebiasaan dan adatnya serta keadaan-keadaan yang lain. Kami harapkan Eropa dapat memberikan kepada kami persiapan-persiapan yang lebih baik, memberikan kepada kami kelengkapan untuk menggarap tugas kami yang akan kami tunaikan; bahwa ia akan memperdaya kami, dan menziarahi kami terhadap anak panah-anak panah berbisa yang bakal dilepaskan orang-orang sebangsa kami kepada kami, karena kami lebih tabah daripada mereka.
                Eropa pasti akan ajarkan kami untuk jadi bebas sesungguhnya.

Semula tulisan ini akan saya unggah pas di bulan kelahiran RA Kartini  ̶ bulan lalu. Tetapi karena stagnasi, jadi baru bisa diunggah sekarang  ̶ bulan ramadhan.

“Kami hendak bebaskan diri  kami sama sekali dari ikatan-ikatan yang melekat adat kuno kami...”
Adat kuno pada masa itu, seperti gadis bangsawan tidak boleh keluar istana/karesidenan/ kadipaten tanpa pengawalan, tidak boleh bergaul dengan rakyat biasa, tidak dibenarkan berpendidikan tinggi, pada akhirnya hanya akan menemui masa pingitan, menikah, dan mengurus kehidupan rumah tangga.

“... yang mau lekat saja ini, yang pengaruhnya tak dapat kami hindari;...”
Memang adat melekat sejak pertamakali ia lahir, sebagai putri dari seorang bupati. Dikisahkan dalam buku ini, begitu banyak tulisan-tulisan kartini dalam bahasa Belanda yang kemudian hanya ia simpan. Satu saja kesalahan maka dampaknya bukan hanya terhadap dirinya, tetapi juga pada ayahanda terkasih. Mungkin juga rakyatnya.

segala prasangka yang masih lekat pada kami dan menghambat kemajuan kami akan kami bebaskan, agar jiwa kami menjadi segar dan bebas, agar makin lebarlah sayap yang dikepakkan, demi kebaikan usaha yang kami lakukan.

Mari kita cermati bersama “Itulah sebabnya kami harus tinggal di lingkungan lain negeri asing dengan kebiasaan dan adatnya serta keadaan-keadaan yang lain.”

Ada peribahasa Jawa “Desa mawa cara, negara mawa tata.” Setiap daerah memiliki adat dan kebiasaan masing-masing. Di dalamnya menimbulkan situasi tertentu yang mengharuskan penduduknya untuk menjadi nyaman dengannya.

Sampai hari ini, saya belum pernah menjalani kehidupan sebenarnya di negeri asing, hanya dari katanya. Tapi, hari ini saya benar mengalami hidup di kota orang. Sejarak Jogja-Samarinda. Satu hal baru yang saya dapat selama 2 minggu tinggal di Samarinda adalah pemaknaan kata turun. Di Jogja umumnya turun itu menggambarkan fluktuasi ke angka kecil, berhenti atau beralih naik kendaraan, perolehan sesuatu (beasiswa, sembako), juga lengser jabatan.

Tanggal 27 Mei, mereka harus sudah turun,” kata Kepala TU sekolah. Saya mulai berpikir-pikir, mencari tau apa makna turun dari pernyataan ini. Setelah berhari-hari ternyata turun di sini juga dimaknai terjun (masuk sekolah).

Setelah itu saya bertanya-tanya lantas saya harus bilang apa ke tukang ojek, “Pak, saya turun di sini saja.” Apa turunnya juga akan dimaknai sama. Tidak, tukang ojek tidak sesaklek itu.

Ini hanya satu kosa kata, belum yang lainnya. Benar bahwa di lingkungan lain negeri asing  kebiasaan dan adatnya serta keadaan-keadaan juga lain. Seluas alam semesta ini Tuhan memberi kesempatan kepada manusia untuk belajar saling mengerti, bertoleransi. Sebanyak umat di dunia ini Tuhan ciptakan untuk saling mengenal dan mengamini kebesaranNya.


0 comments:

Post a Comment