KAMPANYE MAYA
Tidak begitu jauh dari arah selatan
Pantai utara, perbukitan kendeng melingkari desa-desa kecil kabupaten Grobogan.
Sungai Lusi mengalir mengelilingi bukit-bukit, melintasi dataran tandus,
sekitar 20 mil ke arah barat daya. Sebagian karena hubungan air ini, setiap
gejolak politik di desa-desa segera menimbulkan gemanya sampai di saentero
kabupaten.
Di sekitar desa-desa tengah terjadi
pergolakan, karena demokrasi telah merubah cara hidup yang lama berkembang.
Yakni dari sistem kerajaan, menjadi sistem kenegaraan. Modernisasi pula telah
melindas habis-habisan gaya hidup yang lama. Feodalisme telah dikubur
hidup-hidup, teriakan kebebasan dikumandangkan, kemudian cara-cara baru
diterapkan.
Grobogan sedang dipenuhi oleh pesta
pemilihan kepala desa. Puri-puri kekuasaan yang masih dihuni oleh sisa-sisa
penggawa lama, akan segera pudar. Seperti matahari terbenam yang dengan teguh
menggenggam keindahannya hingga perlahan-lahan memudar. Karena yang diperlukan
orang-orang di desa bukan hanya diam di tempat, tetapi maju, kemudian melakukan
perubahan.
Pohon-pohon randu di sepanjang jalan
berkilauan putih. Sebagian mereka tetap perkasa meski badai menerjang hingga
pada malam-malam terakhir. Serangkaian pesta politik nampak tergelar,
menyisakan angin musim kemarau yang baru saja teranggas. Bersungguh-sungguhlah,
karena memilih sama artinya dengan menyuarakan isyarat untuk masa depan.
(thread
by Choirul Anam, inspired by Eiji
Yoshioka, Musashi)
Menjadi penduduk Indonesia sejak lahir,
jarang membicarakan politik dalam keluarga –hanya bapak yang paling suka nonton
orang debat dengan tema politik di salah satu stasiun televisi, saya tidak– begitulah saya dulu. Belakangan ini, sejak pencalonan presiden dan wakilnya
untuk Indonesia di tahun 2019 dibuka, saya mulai melihat dan memperhatikan hal
berkaitan dengan politik di berbagai media, paling sering tweeter. Saya jadi silent
reader akun tweeter.
Follow beberapa politikus untuk sekedar menggelitik perut, komentar netizennya kadang lucu-lucu. Saya tidak
berkomentar apapun, siapa juga yang bakal baca balasan tweet saya ya kan? Saya cukup puas dengan gelitik.
po.li.tik.
- n (pengetahuan) mengenai ketatanegaraan atau kenegaraan (seperti tentang sistem pemerintahan, dasar pemerintahan)
- n segala urusan dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan negara atau terhadap negara lain
- n cara bertindak (dalam menghadapi atau menangani suatu masalah); kebijakan[1]
Tiga keterangan ini adalah makna politik
secara harfiah berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia. Saya miskin
pengetahuan tentang politik, yang saya tahu permasalahan politik adalah
permasalahan krusial, yang isu-isunya saja bisa memecah kehidupan berrumah
tangga, setidaknya itu yang saya rasakan ketika bapak saya nyalon jadi kepala
dusun. Maka dari itu, saya memilih untuk tidak berkomentar di cuitan akun
tweeter yang mengandung unsur politik.
Selain alasan di atas, saya juga tidak
ingin nyampah di dunia maya. Dunia kita aja sampah udah banyak banget kan meski sudah banyak petugas
kebersihan, kasian maya kalo dia harus bersih-bersih. Jadi bijak bermedia sosial,
terlebih pada masa kampanye itu penting.
Bijak dalam menggunakan media sosial seharusnya
bisa dilakukan oleh semua orang. Adanya keberagaman netizen –usia, latar
belakang, keyakinan, dll– mungkin menjadi perlu untuk mengetahui bahwa isu-isu,
pernyataan kontroversial, gambar-gambar kontroversial, –yang diunggah oleh akun
kalangan politikus/simpatisan politikus/influencer/public figure– terkadang merupakan trik untuk membuat netizen
berhenti scrolling kemudian membaca
bahkan berkomentar. Namun, banyak ditemukan pembaca yang terpancing secara
emosi atas unggahan tersebut. Banyaknya antusias netizen untuk memberi respon
terhadap unggahan inilah yang kemudian membawanya menjadi trending. Akhirnya, timbullah pro dan kontra yang dapat berakibat
fatal. Apabila unggahan tersebut tidak benar akan tetapi karena banyaknya repost, retweet dan orang yang percaya, maka membuatnya seolah-olah menjadi
benar. Pertama, yang dapat dilakukan
agar tidak mudah terpancing adalah beristighfar, mencari kebenaran/tabayun, mencari
informasi sebanyak yang bisa didapat. Minimal kita sudah membentengi diri
dengan beragam pengetahuan terkait unggahan tersebut, sehingga tidak
berkomentar dengan salah kaprah yang membuat maya susah.
Saran
kedua, memahami UU ITE. Hal ini
penting, sebab sebebas-bebasnya hidup dengan teknologi informasi tetap ada
batasan-batasan yang harus dipatuhi. Apa itu UU ITE? Undang-undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (UU ITE) adalah UU yang mengatur tentang informasi
serta transaksi elektronik, atau teknologi informasi secara umum. UU ini
memiliki yurisdiksi (kekuasaan mengadili)[2]
yang berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum sebagaimana
diatur dalam undang-undang, baik yang berada di wilayah Indonesia maupun di
luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di wilayah Indonesia
dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan kepentingan Indonesia. Tujuan
dari adanya UU ITE ini salah satunya adalah memberikan rasa aman, keadilan dan
kepastian hukum bagi pengguna dan penyelenggara Teknologi Informasi.[3]
Ada banyak hal yang diatur dalam UU ITE, dari sekian banyak aturan tersebut, 6 diantaranya
mengatur hal-hal yang harus kita hindari agar aman saat menggunakan media
sosial, yakni melanggar kesusilaan (pasal 45 ayat 1), perjudian (pasal 45 ayat
2), penghinaan dan/atau pencemaran nama baik (pasal 45 ayat 3), pemerasan
dan/atau pengancaman (pasal 45 ayat 4), menyebarkan berita bohong dan
menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen (pasal 45A ayat 1), menyebarkan
kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) (pasal 45A ayat 2).[4]
Nah, UU ini membuat maya merasa lega. Jadi, untuk pengguna medsos,
pandai-pandailah membawa diri bersama maya. Sudahi berkomentar dengan kata-kata
kasar, saling tuding, saling hujat, merendahkan dan mencaci-maki. Lebih baik
mencuci muka saja, habis itu ngaca, tanyakan pada kaca siapa diri Anda
sebenarnya, ada hubungan apa Anda dengan maya? Mereka yang membuat
unggahan, bahkan mungkin tidak sempat membaca komentar-komentar kita. Jadi untuk
apa? Buang-buang energi kan?
Ketiga,
asas pemilihan umum di Indonesia salah satunya adalah rahasia, yang artinya
suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia, hanya diketahui oleh
pemilih itu sendiri. Jangan jadi tukang PHP ya, di medsos bilangnya pilih A pas
di bilik ga jadi –karna milih maya–. Sebaiknya kita merahasiakan mana yang kita
pilih. Tentunya berbekal landasan kriteria pemimpin yang baik, sehingga tidak
menyesal di kemudian hari.
Terakhir,
saya yakin orang baik pasti bisa memberi contoh bijak dalam menggunakan media
sosial, termasuk yang sudah baca blog saya hehehe. Terimakasih, semoga
bermanfaat. Mari saling mengingatkan dalam kebaikan.
[1]
KBBI
[2]
KBBI
[3]
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Undang-undang_Informasi_dan_Transaksi_Elektronik
[4]
https://www.brilio.net/serius/6-aturan-di-uu-ite-ini-perlu-kamu-tahu-agar-aman-saat-bermedsos-170707d.html