Saturday, May 16, 2020

NYOBAIN CARA BARU CARI DUIT | GOOGLE ADSENSE

NYOBAIN CARA BARU CARI DUIT | GOOGLE ADSENSE

Saat ini dunia teknologi berkembang dengan cepat. Lebih cepat dari dari pada nungguin bedug magrib pas puasa gini. Perkembangan teknologi datang bersama perubahan di berbagai bidang. Contoh, dulu mau naik ojek harus ke pangkalan, sekarang tinggal pencet dianya yang nyamperin. Yang namanya orang kerja dan dapet gaji, itu harus berangkat pagi ke kantor, atau paling nggak keluar dari rumah sebelum jam 8.  Dengan teknologi yang ada, 3 tahun belakangan saya sangat enjoy kerja dari rumah sebagai seorang freelancer. Karena saya termasuk orang yang introvert, kerja dari rumah tidak mengganggu saya secara psikologis. Bahkan, saya merasa lebih nyaman. Saya bisa mulai kerja pagi, siang, sore patokannya cuma dedline tanggal dan idealisme kerjaan -mau dibikin sebaik apa hasilnya-. Dengan teknologi juga, saya sangat terbantu saat saya ke Banjarmasin, tempat yang baru sama sekali, desclaimer: masih terjangkau internet. Tahun 2020 ini pasti kita semua mulai menyadari ke-serbaonline-an ini. Bahkan sangat sadar sampai mulai nyari-nyari apa sih peluang yang bisa diambil. Anak-anak generasi alpha -mereka yang lahir setelah tahun 2010- ketika ditanya cita-cita pun maunya jadi youtuber, influencer. Padahal mungkin sebagian generasi milenial tidak menganggap ini sebagai pekerjaan karena dianggap tidak menghasilkan. Kenyataannya mereka yang menjadikan hobi nge-youtube sebagai pekerjaan menerima penghargaan yang lebih dari indah dengan kerja kerasnya nyari 1000 subscriber dan 4000 jam tayangnya. Well, nyari duitpun sekarang sudah online.
Sebagian dari kita mungkin sudah familiar ya dengan Google Adsense. Itu loh yang bisa earn money dengan website monetization. Banyak yang penasaran dan nyobain tapi karena tidak konsisten akhirnya mandeg. Tapi banyak juga yang berusaha konsisten dan dapat hasil dari Google Adsense. Saya termasuk yang penasaran dan nyobain. Saya mencoba untuk memonetisasi blog ini, dengan menautkan laman blog ke  Google Adsense.
Pertama otak-atik pengaturan ini itu di blog, udah kesel sendiri, soalnya pas diklik Earning eh nggak mau muncul apa-apa. Nyerah duluan nggak tuh. 

Padahal harusnya tampilan yang muncul begini.

Habis gini udah, searching-searching dulu nih kenapa, apa penyebabnya. Karena mau dicoba klik ratusan kali pun sama aja - nggak mau muncul apa-apa. Terpakailah ilmu Stoa dari buku Filosofi Teras kemarin. Siap-siap aja, kalau memang tidak bisa ya nggak kecewa2 amat. Setelah hari berganti, ternyata ketemu penyebabnya. Mirip dengan pengaturan pembayaran PayPal yang nggak mau muncul saat mata uangnya masih IDR. Yess, settingan Bahasa. Tampilan earningnya tidak muncul karena setting bahasanya masih Indonesia. Sehingga harus diganti dengan bahasa internasional -di sini saya pilih United States- supaya tampilan Earning (Penghasilan) muncul. Kenapa tampilan ini harus banget muncul? Karena di sinilah nanti kita bisa menautkan laman dengan akun Google Adsense. Akhirnya muncul juga setelah diseting sedemikian rupa.



Setelah ditautkan laman ke akun Google Adsensenya, di akun Google Adsense akan ditampilkan pemberitahuan bahwa laman saat ini sedang ditinjau, butuh beberapa hari, bahkan mungkin 2 minggu, dah tungguin aja kata dia.


Sementara di laman blog Ketika di klik Earning (Penghasilan) tampilannya akan seperti ini.

Beberapa hari setelah pengajuan ini, dapat email dari Google Adsense. Wiiiih cepet ya ternyata ngga nyampe 2 minggu kok. Nah kalua gini kan jadi semangat, ya ngga sih. Kalau kita ngelakuin sesuatu yang baru, apalagi ada tantangan buat kita eh berhasil itu kan hormone endorphin naik sejadi-jadinya, asli jadi ketagihan buat nyobain yang baru lagi, oh jadi gitu ceritanya drama ditinggal pas lagi sayang-sayangnya itu terjadi. Hahaha.


E.. tapi.. tapi kok begini isi emailnya. Oke, bhaiiiiq, sekarang cari tahu kenapa something need to fix lewat akun Google Adsense.
Apakah benar ini semua karena sang COVID-19, atau karena memang ada sesuatu yang belum sesuai. Kita tunggu aja beberapa hari kedepan. Karena saat ini sudah pengajuan yang kedua. Hari ini udah hari ke-3  setelah pengajuan kedua. Pantau.
Continue reading NYOBAIN CARA BARU CARI DUIT | GOOGLE ADSENSE

Friday, May 1, 2020

Mengisolasi Diri (Part 1)

Mengisolasi Diri (Part 1)


Kala itu saya menjalin hubungan dengan seorang teman, kami pacaran. Beberapa waktu berlalu, saya melihat fakta bahwa saya pacaran dengan seorang yang --kau sebut apa untuk cinta pertamamu?-- Secara fisik dia tampan, tinggi badannya mengharuskan saya menengadah sekedar untuk menatap wajahnya. Masih tergambar dengan baik, ya dia berkharisma, katakanlah begitu. Merurut saya, kala itu. Humble, agak slengekan tapi asyik. Saya pertaruhkan sepenuh hati saya untuk laki-laki ini. Masa putih abu selalu bisa menghanyutkan kita pada kerinduan yang mengalir begitu deras tanpa muara. Haaah, hela nafas dulu lah.

Ribuan hari yang sudah kami lewati bersama, ternyata mampu membuat saya benar-benar merasa tak sanggup tanpanya. Ada bayangan, akan sehancur itu, jika nanti akan ada hari tanpa dia--kala itu.

Desau angin bulan Oktober, seakan memberi isyarat. Bahwa dia yang di sana menemukan telinga lain untuk berbisik. Tak apa, hanya firasat, belum tentu benar. Namun, satu persatu suara terdengar jelas. Huruf demi huruf terangkai bercerita tentang dia yang di sana. Mata ini basah karenanya. Jeritan yang tertahan di kerongkongan. Langkah yang terbatas jarak. Membuat saya benar benar berada dalam kenyataan atas apa yang pernah terbayang. Ya, we were done.

Diri saya yang kala itu memutuskan pacaran, sama sekali tidak memiliki bekal apapun kecuali kemampuan untuk menangis. Jadi, tidak tau harus apa ketika rasa kecewa itu tak lagi sanggup diangkat di atas kepala pun dipikul di pundak. Saya tidak siap untuk sakit hati.

Awalnya saya mencoba untuk biasa saja. Tanpa hasil. Hingga akhir dari perjuangan mencoba biasa saja ini adalah memutuskan untuk mengatakan tidak, bahkan sekadar mendengar nama. Semua akses sosial media, blokir. Semua kontak, hapus. Gift, bakar. Barang yang kiranya berharga saya kembalikan. Bahkan ketika teman-teman satu angkatan membuat grup whatsapp, saya memilih untuk leave grup setiap kali ada yang invite untuk masuk. Saya menjadi antipati terhadap semua hal tentang dia.

Antipati yang saya lakukan ini sangat salah, sangat salah. Yang membuat saya sadar waktu itu adalah kalimat ini “Kamu tidak akan merasa kehilangan, jika kamu tidak merasa memiliki”. Mendengar kalimat ini seperti tersadar dari lamunan. Ya, siapa saya. Sikap yang saya tampakkan selama ini adalah wujud kekecewaan, karna tidak lagi memiliki. Bagaimana bisa dia menjadi milik saya, sedang Tuhan pemilik segalanya. Bagaimana mungkin saya menarik kembali hatinya, sedang Tuhanlah yang Maha membolakbalikkan hati. Bagaimana mungkin saya berharap terus bersamanya, sedang Tuhanlah yang berkuasa atas hidup dan mati. Kalimat ini membuat saya akhirnya melepaskan sedikit demi sedikit kekecewaan itu.

Sebesar apapun kekecewaan yang saya tampakkan, ketika saya menyadarinya, saya lantas menertawakan diri sendiri. Waktu kembali memuaskan saya dengan satu kutipan: “Dahan yang dipotong dari dahan sebelahnya juga terputus dari pohon keseluruhan. Begitu juga manusia yang terpisahkan dari manusia lain juga terputus dari masyarakat keseluruhan. Dahan pohon dipatahkan oleh orang lain, tetapi manusia mematahkan diri mereka sendiri --melalui kebencian dan penolakan-- dan tidak menyadari bahwa mereka telah memotong diri mereka dari seluruh masyarakat. Kita memang bisa melekatkan lagi menjadi bagian dari keseluruhan. Akan tetapi, jika kita memotong diri terlalu sering,maka akan makin sulit untuk melekatkan diri kembali. Kamu bisa melihat perbedaan antara dahan yang selalu tumbuh di sebuah pohon , dan dahan yang sudah pernah dipotong dan dilekatkan kembali.” --Marcus Aurelius (Meditation). Ya benar, saya mematahkan diri dengan kebencian dan penolakan itu. Tanpa disadari saya pun memutus kontak dengan orang lain, dengan teman-teman, yang seharusnya itu tidak perlu saya lakukan. Entah kesempatan apa saja yang akhirnya saya lewatkan akibat antipati ini. Hal yang membuat saya semakin terpuruk hari itu bukan karna dia ninggalin saya, tapi reaksi saya yang salah, karena ketidaktahuan dan ketidaksiapan.


The end of part 1



referensi:
The Subtle Art of Not Giving a F*ck, Mark Manson
Filosofi Teras, Henry Manampiring

Continue reading Mengisolasi Diri (Part 1)